Bukan maksud hati ingin mengenyampingkan bahasa Indonesia tercinta, namun ada saat-saat tertentu dimana saya merasa bahasa Indonesia tak lagi mampu mengakomodir semua kata yang berseliweran di dalam pikiran. Banyak contoh sederhana yang sering saya temui di dalam keseharian. Seperti tadi malam, saya sedang membaca salah satu blog seorang teman sejawat, lazimnya blogwalking di rumah maya orang yang kita kenal tentu membuat tangan ini rasanya gatal untuk tidak memberi komentar. Ketika saya sudah selesai mengetikkan komentar saya terhadap salah satu tulisannya, sebelum saya mempostnya saya harus memasukkan Google ID saya (rumah maya teman saya itu bermukim di blogspot yang merger dengan Google). Eh dari situ saya baru ingat kalau saya punya satu blog di Blogspot yang amat sangat terbengkalai *ya iyalah, wong punya saja saya tidak ingat *
Otomatis ketika saya memasukkan Google ID, maka saya sudah sign in di semua jaringan Google termasuk di Blogspot. Iseng saya meluncur ke Dashboard blog yang saya beri nama โMy Little Kitchenโ. Ealah.. mungkin karena saya berada di Indonesia kali ya, jadinya si Google langsung mengIndonesiakan semua hal yang terlihat di Dashboard. Termasuk kata Dashboard sendiri diubah menjadi โDashborโ*lupa-lupa ingat sih*.Sebagai warga negara Indonesia yang sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia yang cukup baik dan benar seharusnya saya senang melihat perubahan drastis seperti itu. Tapi entah kenapa, yang ada malah saya ngedumel tanpa ujung. Saya jadi semakin pusing dan malah semakin tak mengerti maksud dari kalimat-kalimat yang tertulis di Dashboard. Aneh memangโฆ orang Indonesia tapi kok malah pusing membaca bahasa sendiri, heheheโฆ
Minggu lalu sebenarnya kejadian serupa juga terjadi. Lagi-lagi dengan jaringan Google yang sangat down to earth itu. Si Mas mengamanahi saya untuk jadi administrator di situs resmi jurusan tempat Mas mengajar. Nah berhubung, saya masih awam dengan masalah ini jadilah situs itu tak kunjung bergerak naik di Google Search. Setelah konsultasi dengan administrator website universitas pusat, saya baru ngeh dengan SEO yang sayangnya tidak berhasil saya atur di situs jurusan, jadilah terpaksa saya harus mengatur manual di Webmasternya Google supaya situs itu bisa ada di urutan atas Google Search. Meluncurlah saya ke Centrenya Webmaster Google. Setelah sign in di Google, saya langsung dibawa ke pusat pengaturannya. Tapi, kenyataan yang saya temui tak seindah dengan apa yang diharapkan. Pusat pengaturannya berbahasa Indonesia!! Argghhh!!! Like usual, ngedumel tanpa ujung dimulai. Saya tidak bisa memahami semua kalimat yang ada di sana, membingungkan sekali.
Google memang sepertinya sedang senang-senangnya membahasakan situs internasionalnya dengan berbagai bahasa. Maksudnya memang baik, agar mereka yang bernative language non English tetap bisa menikmati layanan yang diberikan tanpa berpusing-pusing ria dengan bahasa yang tak mereka mengerti. Namun sayang, hal itu bukanlah kabar yang menyenangkan buat saya. Bagaimana tidak, sejak kenal komputer bertahun-tahun silam (saat masih SD) sampai detik ini, istilah-istilah perkomputeran dan perinternetan lebih saya kenal dalam bahasa penutur aslinya atau bahasa Inggris. Jadi buat saya, menemui sesuatu yang berbeda dari biasanya walaupun itu disampaikan dalam bahasa nativeyang saya gunakan sehari-hari, saya tetaplah harus mengerutkan kening dan berpikir lebih keras untuk mencari padanan katanya ke bahasa Inggris.Contoh sederhana, penggunaan download diIndonesiakan menjadi mengunduh, Setting menjadi Setelan, Searching menjadi Penelusuran, Sign in menjadi Masuk, dan masih banyak lagi kata-kata Indonesia yang asing di telinga saya. Untuk hal berbau teknologi seperti ini saya tidak pernah mau mengubah setting bahasanya menjadi bahasa Indonesia, kebetulan Communicator dan Komputer Jinjing (heheheโฆ ) semua berbahasa Inggris murni.
Permasalahan bahasa Inggris yang diIndonesiakan ini juga saya alami terkait dengan bidang ilmu yang saya dalami terkait profesi saya sebagai calon dokter. Jujur saja nih, saya paling sebel bin bete kalau harus baca text book hasil translatean dari bahasa Inggris yang tidak digarap oleh seorang penerjemah yang basicnya orang medis juga. Dijamin itu buku pasti cuma buat alas tidur saja, dan walau sudah dibaca berulang kalipun tidak akan pernah bisa masuk otak.
Contoh, ada satu buku yang bikin saya menyesal membelinya. Kalau yang anak FK pasti tahu buku Fisiologi Kedokterannya Guyton. Ayo ngaku deh? Baca Guyton yang bahasa Indonesia mudeng gak???? Kebanyakan pasti akan bilang โGuyton versi Indonesiaโ itu aneh bin ajaib. Bagaimana tidak, hasil penerjemahannya bisa dikatakan mbulet dan membingungkan sehingga mempersulit mahasiswa memahami konsep yang sebenarnya. Jadilah, buku yang tebalnya minta ampun itu hanya jadi penghias di rak buku saya. Dan semasa saya masih menjadi mahasiswa dulu, saya harus rela ublek-ublek Perpustakaan Pusat hanya untuk mencari buku Fisiologi edisi Inggris yang enak dibaca dan tentu saja banyak gambarnya, hahahahaโฆ
Hmmmโฆ. Kira-kira saya keterlaluan tidak sih sharing tentang berbahasa ini??
Bukannya saya tidak mencintai bahasa bangsa saya sendiri, tapi ya tentu ada saat dimana saya merasa lebih comfort jika menggunakan bahasa Inggris untuk menghindari kesalahpahaman memahami makna dan maksud yang sebenarnya. Bukan saya sombong juga karena merasa sok English tapi ya mau gimana lagi, toh dalam keseharian saya juga masih menggunakan bahasa Indonesia yang cukup baik dan benar *walau sesekali diselipi bahasa asing sih, hehehe * Tapi at least, saya tidak melupakan akar budaya bangsa sendiri lah. Bagaimanapun juga, saya tetap cinta bahasa Indonesia kok, lengkap dengan kekurangan dan kelebihannya.
I LOVE BAHASA !!!
39 comments
Bahasa Indonesia,Bahasa Persatuan,HIDUP MAHASISWAAAA!
Iya sih, aku juga merasakan hal yg sama. Mengenai penerjemahan buku2 teks, memang dari dulu bermasalah banget. Aku juga lbh suka versi aslinya.
untuk penerjemahan memang lebih baik oleh penerjemah yg ahli di bidang buku yg akan diterjemahkan. Seperti buku-buku sastra terjemahan, rasanya ingin nangis kalau baca karya sastra terjemahan karena kok jadi aneh? :DUntuk penerjemah karya sastra setidaknya ada dua orang yang menurut saya bisa menerjemahkan dengan baik, sapardi djoko damono (The Old Man and The Sea-Ernest Hemingway) dan Pramoedya Ananta Toer (My Mother-Maxim Gorky)
jadi pusing ya, aku jg merasakan hal yg sama kalo yg terbiasa berbahasa inggris di indonesiakan.Aku br denger kalo pak Pramoedya bisa translate juga ? ^^ keren
Penerbit banyak yang pake penerjemah amatir asal murah aja sih, jadi suka kayak gitu deh, susah dimengerti. Sebenernya kalo udah jago terjemahannya bisa mengalir juga.Dulu gak ngerasa aneh kan baca Enid Blyton, Pasukan Mau Tahu, dll yang terbitan Gramedia. Soal komputer itu saya rasa memang banyak yang belum terbiasa aja. Saya pake OS bahasa Jepang, ketika harus pakai komputer berbahasa Inggris, rada keder juga, perlu waktu untuk terbiasa, tapi bukannya gak bisa.
Untuk urusan teknis, misalnya komputer dan HP, aku memilih menu Inggris, Mbak, soalnya pake bahasa Indonesia malah bingung. Semoga saja tidak diorder buku non fiksi berbau komputer oleh klien penerbitku yang selalu mensyaratkan pengindonesiaan segala sesuatu, hehehe..tapi merdu juga sih jika mendengar orang bilang ‘meramban’ misalnya.:)
@mbak Andini: Iya mbak.. beberapa text book yg saya pake di medis juga banyak yang asal diterjemahkan oleh org yg tdk berlatarbelakang medis, lain halnya kalau text bookny diterjemahkan oleh org medis sendiri yg paham dunianya, lebih bisa dimengerti.. Memang rasanya kalau mau menerjemahkan buku2 keilmuan seperti itu harus bener2 milih org yg tepat & setidaknya paham ttg ilmu yg bersangkutan & punya kemampuan berbahasa yang baik.Betul mbak.. rasanya memang “ala bisa karena biasa”. Butuh pembiasaan saja.. tapi gimana ya, kadung sudah comfort ya susah juga sih mbak, hehehe..
kalo aku, pake indolish aja. ๐
Tulisannya gak bisa dibaca via hape :((
Wah menyedihkan sekali kalau kita merasa Bahasa Inggris lebih hebat dari pada Bahasa Indonesia. Wong saya saja yang sudah tinggal di luar negeri mendekati dua dasawarsa, masiiiih saja menyempatkan diri untuk beli Kamus Umum Besar Indonesia setiap 3 tahun sekali, untuk mempelajari bahasa ibu yang tentunya saya turunkan kepada anak-anak saya yang malah punya kewarganegaraan Amerika. Betapa ironisnya, di Amerika banyak orang asing harus membayar antara 5 juta sampai 10 juta rupiah per semester (3 bulan) di universitas-universitas tersohor dan mahal, untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Orang Indonesia malah mengeluh, bukannya turut serta menggiatkan pelestarian Bahasa Indonesia.Kasihan sekali perjuangan Chairil Anwar, Rendra, dan sekian banyak lagi sastrawan Indonesia… ck ck ck…
@Mbak Rini: ternyata penerjemah sekaliber mbak Rini juga sama bingungnya seperti saya ya kalau berhadapan dgn pengindonesiaan masalah teknis seperti ini, hehehe.. Wah itu doanya saya aminkan tidak ya ๐ Ya tapi kalau dapat rezeki nerjemahin buku teknis tapi penerbitnya tdk memaksakan kehendakdgn serba diindonesiakan ya gpp toh mbak? ^_~btw.. “meramban” itu opo mbak? g mudeng nih..
@penuh cinta: Iya mbak.. untuk masalah text book seperti itu rasanya penerjemahan memang harus diserahkan ke mereka2 yang paham bidang ilmu yg akan diterjemahkannya. Karena kan kegiatan penerjemahan tidak hanya sekedar menerjemahkan kata perkata atau kalimat per kalimat tapi juga hasil analisa tajam penerjemah bagaimana caranya agar kalimat yg diterjemahkan itu mampu dipahami oleh para pembacanya ^_^
@dek Lusi: Betul sekali dek, aku setuju. Disesuaikan dengan ahlinya masing-masing deh. Kalau ttg sastra terjemahan saya kurang paham sih, soalnya tidak begitu mudeng dgn buku-buku sastra berkaliber berat yg tak pernah bisa saya pahami maksudnya ๐ Saya punya salah satu buku sastra terjemahan (yg menurut saya berat) karya Leo Tolstoy, sampai sekarang bukunya belum kelar dibaca ๐ Bingungi sih, ntahlah..Wah.. saya baru tahu kalau pak Sapardi dan pak Pram juga pernah jadi penerjemah. Enak dong baca buku yg diterjemahkan mereka ^_^
@Kak Dede: jangan sampai ntar pulang ke Indo malah jadi Culture Shock sekembali ke tanah air gara2 masalah bahasa ini ya kak… hehehehe…. Tapi dimanapun berada, sejauh apapun dari tanah air, tetap dong kak, bahasa Indonesia itu identitas diri kita yg patut dibanggakan ^_^
@om Tian: Indolish? spesies baru ya Om? :p@dek Fathin: wah… kenapa tidak bisa dibaca dek? tulisannya tidak saya ubah warnanya kok.. ya nanti saja kalau sudah ketemu PC baru baca lagi ^_^
Ini mbak, saya usahakan bantu sampeyan mencari padanan Bahasa Indonesia untuk kata-kata dari Bahasa Inggris yang menurut Anda nggak ada dalam bahasa kita. blogwalking: (kata kerja) menelusuri blog-blog (di Internet)merger: (kata kerja) bergabungsign in: masuk (ini mah bukan baru, mbak, dari jaman dulu juga udah ada kata masuk)down to earth (tergantung konteksnya) dalam hal tulisan mbak’e: mudah dipahamicentre / center: (kata benda) pusatadministrator: (kata benda) pengurus, pengelola website: situs jejaring (ada di Kamus Umum Besar Indonesia terbitan Pusat Bahasa, banyak dijual kok)Like usual: yang benar tuh mbak, as usual. Like usual sih bukan English, tapi Indlish (Indonesian English, alias dialek Bahasa Inggris orang Indonesia yang seenaknya sendiri aja ngarang istilah). As usual itu Bahasa Indonesianya: seperti biasa.Apa itu ber-native language? Nggak ada tuh dalam aturan tata bahasa Indonesia, nggak ada juga dalam Bahasa Inggris. Jangan-jangan sampeyan biasa nulis meng-print juga? :)Native language: bahasa asli, bahasa ibuSearch / searching: mencari, pencarian, menelusuri, penelusuran. Kalo mbak ndak ngerti kata-kata ini, masha Allah… Translatean? Apa itu? Maksude sampeyan terjemahan tah? Istilah terjemahan itu sudah ada sejak tahun 70-an mbak, selagi saya masih di TK kali… Basic: dasar (ck ck ck… mosyok gini aja nggak tau, mbak?)Textbook: buku teks, buku panduanSharing: berbagiComfort itu noun, mbak bukan adjective atau adverb. Kalo mau berbahasa Inggris juga yang bener dong… “Saya merasa lebih comfort” itu jelas rancu. Yang bener nih: “I feel more comfortable”. Comfortable: (kata sifat, kata keterangan) nyamanComfort: (kata benda) kenyamananAt least: paling tidakAkhir kata, bu calon dokter, jangan menyalahkan Bahasa Indonesia kalau memang situ yang sepertinya kurang memahami aturan Bahasa Indonesia. Tanyai diri sampeyan sendiri dong, apakah Anda perlu mempelajari Bahasa Indonesia dengan lebih seksama?Apa situ ndak malu kalau suatu saat bertemu dengan pakar-pakar Bahasa Indonesia dari luar negeri yang ternyata lebih canggih dari sampeyan dalam berbahasa Indonesia?Selain itu jangan jadikan alasan keseringan baca buku berbahasa Inggris terus sampeyan jadi lupa berbahasa Indonesia. Wong saya saja yang tinggal lama di luar negeri, tiap hari berbahasa Inggris, baca semua tulisan berbahasa Inggris selama hampir 2 dasawarsa, kuliah tiga kali di luar negeri, nulis tesis berbahasa Inggris tingkat akademi, masih bisa kok berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.Salam manis.
@sepasangmatabola: wah… lengkap sekali penjelasannya.. Terima kasih banyak ya mbak.. Ini masukan buat saya ^_^
meramban itu browsing kah? asyik, dapat tambahan kata baru. meramban yuk meramban…
ya enggaklah non cantik……..
@mbakย Andini: saya juga baru tau mbak ^_^@mbak Arum: tapi sepertinya sudah menuai kontroversi deh mbak, hehe.. ^_^
I think this is a good writing. It’s honest and very well put.Jangan pusing-pusing dengan kritik. Begitulah kalau menulis.Saya dulu juga terima order terjemahan yang jelas-jelas minta istilah yang ini harus pake Inggris yach, jangan di-Indonesia-in, yang baca jadi bingung. Terutama yang bidang teknik, memang bingung kalo pake padanan bahasa Indonesia yang baru dan belum berterima di masyarakat.
tambah bingung kalo nerjemahin jurnal ya ta,ga semua bisa di indonesia-in karna bakal beda banget yang dimaksut ๐
Menterjemahkan, butuh ketelitian yang sangat..Tidak hanya sekedar menterjemah menurut kata.. maka jadinya akan “mbulet bin ajaib..” sulit dimengerti. Begitu juga dalam bahasa arab..Ar rosos.. dalam kamus berari peluru, sedang bila digunakan dalam kitab tulis menulis ar rosos berarti pensil.. dan masih banyak yg lainnya.Bahasa Indonesia sendiri diambil banyak dari tiga bahasa yaitu arab, belanda, inggris. dan sebagian besar lainnya dari bahasa daerah/asli dari negara.Maka dari itu bagi orang Indonesia mengucapkkan bahasa asing tidaklah sulit karena bahasa Indonesia sendiri terdiri dari bahasa2 asing itu sendiri…Tapi ingat para pakar menciptakan itu untuk diucap dan di ingat.. jadi mereka tidak salah menciptakan kata2 terjemahan itu… yang salah adalah kita yg tak pernah mau mempelajari bahasa kita sehingga kata-kata tersebut tidak sering kita ucapkan dan terasa aneh..SABUDI (sastra budaya indonesia)mari kita jaga bersama!
Ita, I second the sentiment! Saya juga lebih milih tampilan berbahasa Inggris di hp dan juga google. Memang suka membingungkan. Ttg Guyton, wah, ternyata yg kedokteran aja bingung, apalagi saya dulu yg farmasi… keh…keh… Ttg terjemahan, banyak kan kata asing diterjemahkan dengan kata yang diambil dari bahasa daerah atau bahasa lama, jadi mempelajarinya sama aja belajar istilah asing, karena sebelumnya gak dikenal. Alla kulli hal, saya suka istilah ‘mengunduh’ dan ‘mengunggah’, dan meramban juga merdu di telinga saya, hehehe…
Dulu saya suka terjemahan buku2 Asterix. Bener mengalir, seolah-olah aslinya dibuat dalam bahasa Indonesia. Tapi sekarang saya terkadang gatel membaca terjemahan, dan sering sebal dengan pendubbingan, eh, pengalihasuaraan di TV. Aku cinta bahasa Indonesia, jadi tolong jangan diobrak-abrik bahasanya sampai gak masuk akal (not making sense, kan?)…
Tidak keterlaluan, kok :).Sampai sekarang masih suka canggung kalau menggunakan menu bahasa kita di komputer atau hp, tapi seperti Mbak Rini juga, kata-kata tertentu malah lebih unik lho…
@mbak Andini: Tulisan adalah buah dari pemikiran. Jadi rasanya sah-sah saja kalau tiap orang mengungkapkannya dalam tulisan-tulisan mereka. Apalagi ini di rumah sendiri, jadi ya tidak masalah kan mbak kalau akan ada unsur-unsur subjektifitas di sini.. Tiap orang juga berhak berpendapat, selama cara menyampaikannya masih sesuai koridor aku juga tidak masalah ^_^ Terimakasih banyak ya buat apresiasi mbak…Kabar Kanae yg bolos gimana mbak? ๐ salam bwt Kanae ya mbak..
@kak Mona: hehehe… pengalaman yg sama ya kak? :p
@dek Moes: setuju banget Moes… Justru dengan sharing yg disertai dgn berbagai komentar dari banyak org yg berbeda2 sejatinya membuat saya dan mungkin kita semuanya jadi tersentil untuk berusaha lebih dalam lagi memahami bahasa sendiri ^_^ Saya menulis ini tidak untuk menyudutkan salah satu bahasa. Saya sekedar ingin sharing, syukur-syukur bermanfaat, bisa menambah wacana buat kita semua.. Jadi, yuk mari cintai bahasa Indonesia ^_^
@Uni: Hehe.. sama lah Uni.. Hal ini kan yang dulu banget pernah kita bicarakan di MP Uni.. I still remember that Sist ^_^ Dah baca PMku kan Uni.. Makasih banyak ya Uni udah mengingatkan & menyemangati Ita.. Emang ok deh sih Uni ini mah.. ita langsung ngakak deh abis baca PM Uni :p
@Kak Leila: kata-kata unik yang akhirnya akan terdengar merdu ^_^ Eh kak Leil apa kabar nih? Btw.. kelanjutan “email” yang waktu itu bagaimana ya kak? *menanti kabar nih*
Mungkin butuh kerutinan tersendiri dalam mengucapkan kata2 yang baru kita dengar, sehingga nantinya tidak terasa asing ditelinga kita dan orang lain. semisal contohnya kita awal kali mendengar bahasa inggris.. terasa begitu aneh dan “gak ngeh” tidak paham sama sekali, namun seteah kita rutin mempelajarinya dan mengucapkannya kita aan terbiasa berbahasa inggris atau membaca buku berbahasa inggris.Intinya adalah rutinitas kita dalam mengucapkan hal baru dalam bahasa kita terutama istilah2 baru dalam internet.. mus lebih terbiasa menuliskan “UNDUH NIE” daripada “download nie” sekarang. Padahal seja dulu dunia internet yg namanya mengambil sesuatu dalam internet itu adalah download.Disini mus tidak menyarankan untuk fanatik mati pada bahasa kita karena mus juga tahu bahwa sekarang sudah jamannya global dan memakai bahasa dunia INGGRIS.. tapi sebagai warga negara Indonesia bukankah kita juga wajib menjaga janji dan peninggalan bangsa kita “bahasa Indonesia”. yuks mari belajar Indonesia kembali.SABUDI (sastra budaya indonesia)mari kita jaga bersama!
setuju saja lah ๐
Me encanta el idioma espaรฑol…. hihihihi…
@Bang Yudi: dasar :P@Yuan: opo iku?
I love spanish language… hehehehehe….
lebih lucu lagi. “Upload”, jadi “Unggah”. Jiah …
Unik toh? ^_^itu lah kekayaan khasanah bahasa Indonesia…
Indonesia donk…aku kan cinta indonesia…I love Indonesia