Sejak dua tahun belakangan ini saya sering menyebut diri saya sebagai “ibu paruh waktu”. Walaupun sebenernya tidak ada istilah ibu paruh waktu. Emang ada gitu ya, yang jadi ibu cuma di waktu-waktu tertentu :p Bagi saya, ketika seseorang sudah menikah dan memiliki anak maka seluruh waktunya (bekerja ataupun tidak bekerja) adalah waktu untuk menjalankan peran sebagai ibu. Lalu kenapa saya menyebut diri saya “ibu paruh waktu”? Tak lain dan tak bukan karena dalam dua tahun belakangan ini saya terpaksa harus meninggalkan keluarga setiap wiken demi menuntut ilmu.
Terhitung sejak Agustus 2012, saya memang kembali berstatus sebagai mahasiswa. Tentu saja tidak kembali menjadi mahasiswa S1, tapi mahasiswa dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Memang dari dulu sejak mentas dari kampus sudah pengen balik menjadi anak kampus lagi. Ternyata rezekinya baru datang di tahun 2012, tanpa disangka-sangka institusi tempat saya mengais rezeki meminta (atau lebih tepatnya menyuruh) saya untuk kuliah lagi di salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Tengah. Sejatinya, yang seharusnya berangkat kuliah adalah teman kantor saya. Namun, di tengah perjalanan karena dia diterima untuk mengambil residensi di Mata ya sudah deh posisi itu lowong dan akhirnya ditawarin ke saya.
Kalau ditanya rasanya, harus kuliah di luar kota meninggalkan suami dan anak ya gak enak banget. Berat banget, apalagi di tahun pertama kuliah, saya harus meninggalkan mereka hampir setiap minggu karena jadwal kuliah saya memang diletakkan di hari-hari wiken. Setiap mau berangkat rasanya gak rela, kalau lagi down banget suka nangis aja. Kebetulan lagi di tahun pertama itu saya masih menyusui Arka. Jadi khusus buat Arka, sepulang dari kuliah saya pasti bawa oleh-oleh ASI Perah.
Sering banget juga kalau sudah di sana, saya mendadak kena serangan homesick. Mau dipake belajar juga susah. Jadi yang ada di dalam pikiran cuma bagaimana agar bisa pulang secepatnya, as soon as possible. Kadang-kadang kalau sudah terlanjur beli tiket kereta atau bis pulang ke Malang dan ternyata kuliah selesai lebih awal, saya pasti langsung panik. Bergegas membatalkan tiket dan berburu tiket lain dengan waktu pemberangkatan yang lebih awal. Kalau sudah begitu paling Ayahnya Arka cuma nyuruh sabar, gak usah buru-buru pulang, nanti malah gak tenang, toh juga pasti pulangnya ke rumah. Yaaa… nasib ibu paruh waktu :p
Dan akhirnya, perjuangan ini sudah mulai sampai di titik akhir. Setelah berjibaku dengan penelitian dan tesis yang cukup bikin puyeng akhirnya kelar juga kuliahnya. Perjalanan kali ini jadi lebih terasa ringan, karena saya berangkat untuk daftar wisuda :p dan perjalanan selanjutnya insyaAllah bersama Hubby dan Arka demi menghadiri prosesi wisuda si “ibu paruh waktu”. Bismillah…..