Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Inilah sekelumit kisah tentang perjalanan hidup saya..

Tidak ada maksud lain selain hanya ingin berbagi…

Saya dilahirkan di sebuah kota kecil di bagian timur pulau Jawa, tepatnya di Situbondo-Jawa Timur. Pada pukul 3 sore tanggal 20 Mei 1986 (di bulan Ramadhan) untuk pertama kalinya saya diberikan kesempatan oleh Allah menghirup udara luar setelah sekian lama saya hanya bisa berdiam diri di dalam kandungan Mama. Saat saya lahir usia Mama masih cukup muda, 22 tahun. Subhanallah.. Mama memang menikah di saat usianya masih 21 tahun. Pada saat itu Mama saya masih menempuh pendidikan sarjananya di salah satu perguruan tinggi di kota Malang. Begitu pula dengan Papa saya tercinta yang masih menempuh pendidikan sarjananya di universitas yang sama dengan Mama, beliau masih berusia 24 tahun ketika saya lahir.

Masa kecil saya habiskan sebagian besar di kota kelahiran saya. Kondisi orang tua yang masih kuliah pada saat itu membuat saya harus sering dititipkan pada Mbah (orang tua Mama). Sesekali saya dibawa ke Malang untuk tinggal bersama orang tua yang saat itu hanya dapat menyewa satu kamar kos untuk tempat tinggal kami. Ketika orang tua ke kampus, saya lagi-lagi dititipkan pada ibu kosnya Mama atau sesekali pada saudara sepupu Mama yang lokasi kosnya tak seberapa jauh dari kos orang tua saya. Tak sampai genap satu tahun usia saya, alhamdulillah Papa merampungkan kuliahnya, disusul beberapa bulan kemudian oleh Mama. Setelah kelulusan itu, sementara saya dibawa kembali ke kampung halaman. Kehidupan saya dan keluarga pada masa-masa itu tidaklah seperti saat ini dimana semuanya sudah serba berkecukupan. Keluarga kecil yang baru saja dirintis tentulah masih banyak yang harus diperjuangkan. Papa pada saat itu masih harus berusaha sangat keras untuk mencari nafkah demi menghidupi keluarga kecilnya ini. Beliau mencoba merantau ke beberapa kota, termasuk Jakarta, sampai akhirnya Allah memberikan rezeki untuk beliau pekerjaan yang cukup menjanjikan di pulau Kalimantan. Sedangkan Mama, beliau murni hanya mengurus saya di rumah, menjadi ibu rumah tangga yang baik.

Ya, ketika usia saya menginjak 2 tahun, secara resmi saya dan Mama diboyong Papa ke kota khatulistiwa, Pontianak. Di situ lagi-lagi walaupun Papa sudah mendapat pekerjaan namun tetap saja semuanya harus dirintis dari awal. Saat itu Papa hanyalah pegawai biasa di salah satu perusahaan kayu swasta. Bersyukur, atasan Papa sangat baik sekali terhadap kami. Beliau sangat membantu sekali ketika orang tua saya masih kesulitan hanya sekedar untuk mencari tempat bermukim yang layak. Sampai saat ini beliau, kami anggap seperti keluarga sendiri.

Rumah kontrakan pertama saat kami hijrah ke Pontianak hanyalah rumah mungil yang masih beralaskan lantai kayu dengan model rumah panggung. Seingat saya, rumah itu hanya memiliki 1 kamar tidur, ruang tamu, ruang makan yang memanfaatkan space kecil dekat dapur, dan kamar mandi. Rumah itu dekat sekali dengan kantor Papa. Alat angkutan utama bagi keluarga kami hanyalah sepeda motor tua dan angkutan umum (di Pontianak disebut oplet).

Saya masih ingat pada masa itu betapa jarangnya saya memiliki mainan, kalaupun ada hanyalah beberapa boneka yang dibelikan oleh orang tua saya sekedar untuk menyenangkan hati saya. Berhubung saya tidak begitu suka main boneka, jadilah saya tidak begitu bermasalah dengan hal itu. Namun, walaupun hidup kami saat itu pas-pasan sekali, orang tua saya tidak pernah kurang membelikan saya majalah (dulu hanya ada Bobo) ataupun buku-buku bacaan anak yang murah meriah. Sesekali mereka juga membelikan saya buku gambar tempel. Bahkan ketika saya belum bisa membaca pun mereka tetap membelikan saya majalah Bobo. Mamalah yang sering membacakan cerita didalamnya untuk saya. Saya yang belum mengerti apa-apa hanya manggut-m
anggut saja sembari melihat gambar-gambar yang menarik hati. Mama juga yang selalu menemani saya bermain gambar tempel, membantu saya menempel potongan kertas itu jika saya kesulitan. Sesekali membantu saya mewarnai buku gambar yang dibelikan untuk saya. Kadang-kadang juga mengajari saya bagaimana cara membaca, menulis, dan berhitung yang sederhana. Inilah yang menjadi cikal bakal kenapa saya amat sangat mencintai buku. Mama juga kadangkala mengajak saya untuk menemaninya sholat dengan berbekal mukena mungil.

Saya termasuk anak yang bandel pada masa itu. Karena ntah kenapa saya sering sekali merajuk jika keinginan saya tidak dipenuhi oleh orang tua. Saya akan menangis meraung-raung. Walhasil, paha saya sampai sering biru karena dicubit Mama (hehehe…) atau sesekali digerujuk air oleh Papa (ini kalau saya sudah terlalu nakal). Mama yang keras dan Papa yang sabar, menurut saya itu kombinasi yang pas. Jadi, ketika saya dimarahi habis-habisan, pasti ada Papa yang pada akhirnya akan meredakan tangis saya. Setelah beliau menggerujuk saya dengan air dingin, beliau pasti akan langsung memandikan dan memakaikan saya baju dengan rapi. Kemudian saya akan dipeluknya sembari beliau memberikan kata-kata wejangan yang meneduhkan hati. Setelahnya biasanya saya disuapi makan atau ditemani bermain. Begitu berulang-ulang setiap saya bandel.

Waktu terus berjalan. Roda kehidupan juga berputar. Keluarga kami mulai bisa hidup lebih layak. Papa mendapat sedikit rezeki untuk membeli rumah secara angsuran. Ya, tepat setahun kemudian kami sekeluarga pindah ke rumah baru.

Kisah selanjutnya di “Ketika Aku Mulai Bisa Membaca (Masa-masa di Taman Kanak-kanak)”