Ya, bencana bagi masyarakat dan bencana bagi profesi ini. Perlu kita sadari banyak fakta yang memperlihatkan bahwa posisi dokter kini tidak lagi sesuai dengan nilai moral yang seharusnya diemban. Isu malpraktek telah merendahkan nilai profesi dokter. Ditambah lagi banyaknya pribumi yang mencari pertolongan kesehatan ke luar negri sehingga Indonesia sepertinya tidak mampu memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Tidak hanya itu, seorang dokter penjara di pulau jawa pun pernah mengalami pemukulan di bagian muka saat menjalankan suatu tugas. Kelemahan profesi dokter kini menjadi bahan yang asyik diobrolkan di mana-mana. Lantas, mengapa ingin menjadi dokter ?
Tiga hal saja yang dapat menjadi kemungkinan alasan dipilihnya jurusan dokter. Yang pertama program studi pendidikan dokter masih dalam grade spmb urutan atas setelah jurusan-jurusan favorit di teknik. Yang kedua karena disuruh orang lain, dan yang ketiga memang memiliki keinginan murni dari diri sendiri untuk menjadi dokter.
Alasan yang berbeda-beda yang menjadi motivasi untuk menjadi dokter tersebut dapat berubah sejalan dengan proses di bangku kuliah. Proses apa? Proses aktif duduk di ruang kuliah setelah itu pulang, hang out dengan teman-teman geng? Atau tidak kuliah, sibuk dengan aktivitas lain di luar kuliah atau apapun itu. Bisakah sense of care itu tumbuh hanya dengan itu? Dapatkah rasa kecintaan dengan profesi tumbuh hanya dengan itu?
Rasa cinta tumbuh jika ada kebersamaan, kepedulian, rasa ingin tahu, rasa pengorbanan akan suatu yang dicintai. Begitu juga dengan rasa cinta akan bidang yang akan menjadi masa depan kita ini. Siapa lagi yang mempertahankan marwah profesi ini kalau tidak dokter dan mahasiswa kedokteran. Memilih studi pendidikan dokter berarti kita wajib siap untuk bertanggung jawab terhadap profesi ini.
Saat menjadi mahasiswa tentu tridharma perguruan tinggi lah yang menjadi acuan. Tiga poin tridharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. Terkadang mahasiswa terjebak Jangan terjebak mendefinisikan tiga poin tersebut dalam ruang lingkup sempit. Pendidikan dievaluasi dengan indeks prestasi an sich,
Penelitian mahasiswa hanya dapat berjalan jika didapatkan judul penelitian dari professor nya, dan pengabdian terjebak dengan proyek pengabdian masyarakat yang diadakan sekali setahun. Padahal pendidikan bisa didapat dimana saja, di bangku kuliah, organisasi, sosialisasi yang produktif, kursus-kursus bahasa, kursus komputer, pelatihan, dan lain-lain. Penelitian dapat dilakukan mahasiswa secara mandiri tanpa menunggu bimbingan professor. Pengabdian dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dengan essensi mengorbankan apa yang kita miliki untuk masyarakat, sebagai contoh aktif dalam organisasi masyarakat sekitar rumah, menyalurkan aspirasi masyarakat ke pemerintah lewat sajak, essay ataupun demonstrasi dan lain-lain.
Jadi makna tridharma perguruan tinggi tersebut sangatlah luas. Menjadi mahasiswa kedokteran, seharusnya tidak luput dari berpikir untuk hari ini menjadi mahasiswa dan berpikir untuk masa yang akan datang, menjadi dokter. Banyak hal yang harus dilakukan dan banyak hal yang harus dipersiapkan. Mahasiswa sebagai cahaya bangsa harus dapat memberikan masukan terhadap segala hal di lingkungannya. Jika mahasiswa tidak lagi memberikan kontribusi terhadap sekelilingnya, maka dapat dikatakan bahwa “mahasiswa itu sedang mati”.
Setiap hal positif yang dilakukan semasa menjadi mahasiswa sangat bermanfaat untuk menjadi dokter nantinya. Nah lagi-lagi mindset (cara pandang) yang umum di kalangan mahasiswa kedokteran yaitu setelah menjadi dokter yaitu “buka praktek”. Ini memperlihatkan bahwa pada umumnya mahasiswa kedokteran beranggapan bahwa menjadi dokter adalah akhir sebuah perjalanan. Padahal menjadi dokter adalah awal dari perjalanan karir. Seorang dokter dapat menjadi pengusaha, peneliti,
staf pengajar, aktivis LSM, bekerja di luar negeri, atau pakar ekonomi kedokteran dan lain-lain. Persepsi sempit di kalangan mahasiswa kedokteran ini tumbuh karena saat menjadi mahasiswa, mahasiswa tidak memperluas wawasan baik lokal maupun global. Menjadi seorang dokter adalah menjalani dunia yang berbeda dibandingkan dengan menjadi mahasiswa kedokteran.
Untuk menjadi mahasiswa dan dokter yang dicita-citakan tersebut, dibutuhkan minat dan bakat dari mahasiswa itu sendiri. Seorang yang meraih kesuksesan sejati, yaitu seseorang yang memiliki bakat sekaligus memiliki minat yang tinggi. Ia memiliki kemampuan untuk mengembangkan bakatnya guna meraih karier yang gemilang. Minat dan bakat adalah penting, tetapi yang lebih penting adalah minat. Dengan
modal minat yang kuat, tantangan dan hambatan apapun dapat diminimalisir. Selanjutnya melalui celah sekecil apapun tantangan dan hambatan tersebut dapat diubah menjadi peluang kesuksesan. Minat yang tinggi tersebut akan membentuk mindset seseorang terhadap target yang ingin dicapai dalam hidup. Sesungguhnya inilah yang terpenting.
Dengan mindset yang tinggi, seseorang akan diberikan sang pencipta kemampuan untuk mewujudkan mindset tersebut tanpa memandang apa latar belakang dan bagaimana seseorang tersbut sekarang. Dengan menciptakan mindset yang positif di dalam diri mahasiswa dan senantiasa berdoa, yakinlah bahwa segala hal yang dicita-citakan seorang mahasiswa akan berada di genggaman. Sungguh bahwa mindset yang positif di diri manusia adalah anugerah Tuhan yang tidak dapat dinilai harganya.
by. Zukhrofi Muzar (Semester VIII FK-USU)
Artikel dari milis ISMKI
*sebuah muhasabah utk membangkitkan kembali motivasi “menjadi dokter” yg sempat hilang tercecer entah kemana…
30 comments
hihihihisemangat yaaboleh dong kk diobatin ma dewi:P
jangan mau dewi ngobatin yudi, rugi.tapi kenapa ya saya makin pesimis dengan dokter2 sekarang ini.melihat banyaknya mal praktek, banyak orang2 miskin yg tertolak untuk berobat,mahasiswa kedokteran yang merasa dia pintar dan lebih hebat dari mahasiswa2 lainnya plus begitu mudahnya saat ini untuk menjadi dokter.Yang saya tau pintar saja tak cukup untuk bisa menjadi dokter, tapi kalau beruang tanpa pintar pun bisa jadi dokter.Ups maaf ya, ini cuma kegelisahan hati dari segelintir manusia seperti saya, walau saya tahu tak semua calon dokter dan dokter seburuk pikiran saya.Semoga dunia kesehatan di Indonesia semakin baik di kemudian hari.Bu dokter Dewi pasti salah satu dokter yang hebat di masa depan, amin.
wah… Dewi calon bu dokter, toh 😀
rugi napa kak????hayoooo???
Terus dipelihara motivasinya ya sayang…Semangattt…!!!
Ukhtie, ntar kalau saya sakit, saya ke ukh Ita aja ya. Berobatnya gratis kan?? he he he (Ups, nyarinya yang gratis terus). Btw, semangat ukh. Semoga ilmunya bermanfaat untuk semuanya. ^_^
Semangat yaa => Sip Kak… Smangat nih!!! Ganbatte!!!Boleh dong kk diobatin ma dewi 😛 => Boleh2 aj… Tp bayar yah kak 😀 Hahahaha….
Amin Ya Rabbal ‘Alamin…….. :)Btw, mb… Sy mah blm jd dokter atuh… Masih merintis alias masih mahasiswa kedokteran yg “calon dokter”…
Wah mb….Sebenernya g begitu juga mb…Jujur y… Selama ini saya mah jadi mahasiswa fk berasanya biasa2 aj (g tau sih yg lain gmn, sy kn cuma sekelumit dr sekian banyak mahasiswa fk). Malah klo ditanya sama org yg baru kenal “Kamu kuliah dimana?”. Sy rada2 sungkan mo ngejawab, lebih seringnya sy menjawab pertanyaan itu dgn menyingkatny “Di FK” (dgn harapan semoga ga ditanya lg FK itu apa, hehehe….). Abisnya klo tau anak fk, umumnya org2 (mereka2 yg nanya) pada langsung takjub bin kagum begitu. Sy kan jd g enak hati, takut jd “melangit” :DSebenernya g bisa juga qt cuma mengklaim bhw anak fk pasti deh sering “merasa dirinya pinter dibanding mahasiswa2 lain yg nonfk”. Krn terkait juga dgn pandangan di masyarakat sendiri yg seringnya menganggap anak fk itu ajaib bin luar biasa 😀 Pdhal g semuanya begitu, buktinya sy (hehehe…. nilai pas2an begini…). Klo dlm pandangan sy, mo anak fk mo nonfk mah sama2 aj (tergantung orgnya juga sih). Kn qt dah ditempatkan di spesialisasi sendiri2. Simplenya, klo anak fk ditanyain ttg teknik kan juga ga mudeng. Ato sebaliknya, anak teknik ditanyain ttg kedokteran y kagak mudeng jg. Jd y impas deh, qt punya jalur masing2 yg sebenernya bisa saling melengkapi klo qt mo bersinergis. Sbg contoh, klo anak fk kolaborasi ama anak teknik kan bisa tuh bikin alat2 kedokteran yg produksi dlm negeri (made in indonesia), kagak usah beli2 dr luar lg. Ato anak fk kolaborasi ama anak ekonomi, kan bisa tuh bikin sistem asuransi kesehatan di Indonesia yg lebih baik. Ato contoh2 laen yg sebenernya klo qt mo menggali dan berpikir bersama (ingat… sinergis) pasti deh banyak hal2 inovatif bin kreatif yg bisa kita hasilkan.Ini mah pandangan sy sj…Afwan klo g berkenan…
Ya mb.. Sy setuju… Pintar saja memang g cukup utk bisa jadi dokter. Sy ga mo munafik, utk bisa jd dokter qt memang butuh pos dana yg lebih utk mendanai pendidikan dokter. Tp klo sy sendiri melihatnya sebenernya impas, krn memang fasilitas utk pendidikan dokter itu butuh biaya yg memang g sedikit. Malah sebenernya fasilitas pendidikan dokter di Indonesia itu masih minim sekali, apalagi klo qt ikut standar internasional. Tp kadang serba salah juga sih, klo kemahalan masyarakat protes, ujung2nya ad jargon “org miskin kagak bisa jd dokter”. Tp klo dimurahin jg, waduh… gmn qt mo belajar dgn lancar dgn fasilitas yg minim. Trus ttg “Kalau beruang tanpa pintar pun bisa jadi dokter.” Terus terang utk masalah ini sy jg g mo munafik soalnya fakta di lapangan banyak membuktikan pernyataan ini. G usah jauh2 lah, beberapa dr teman seperjuangan sy saja “y begitulah”. No comment deh klo masalah ini… Klo sy terusin malah akan ngebuka aib sj… Tp mgkn kapan2 bisa qt buka wacana ttg hal ini… (hueehueee.. bahasa yg aneh :D)
Wah mb… Jangan pesimis dong….Kasian dokter2ny… Klo pasiennya pesimis, gmn qt para dokter bisa membantu pasien utk menyelesaikan problem kesehatannya… Optimis y mb!! 🙂 (hehehe.. permintaan “calon dokter” neh….). Soalnya dokter jg bisa stress klo kagak ad pasien (hehehe… kn pusing.. dah cape2 belajar kagak ad pasien yg bisa dibantu :D). Optimisme itu kn bisa memunculkan kembali kepercayaan pasien terhadap dokternya. Klo kepercayaan itu g terbangun y susah juga… problemnya akan tambah panjang, kagak selesai2… Krn hubungan dokter-pasien itu kn berlandaskan atas hubungan kepercayaan…*wuih… kok kayaknya rada g nyambung gini yah :D*Afwan deh….Malpraktek y? Hmmm….. Bahasannya akan panjang klo ngomongin malpraktek… Org miskin yg tertolak utk berobat? Hmm… setau sy sekarang insyaAllah dah ga terlalu kebangetan seperti dulu lagi mb. Kan dah ada ASKESKIN. InsyaAllah keadaannya lebih baik dr dulu, mereka2 yg tergolong miskin sdh bisa menikmati kemudahan2 dlm mencari fasilitas pelayanan kesehatan, walo mungkin sampe saat ini masih terbatas di RS2 tertentu saja (RS yg ditunjuk maksudnya… baik itu RS pemerintah maupun beberapa RS swasta). Hmmm…. Klo ad yg bisa nonton MetroTV, hari Sabtu/Minggu (sy lupa harinya), jamnya klo g salah jam 8 (eh apa jam 7 ya… waduh.. lupa juga… maklum br 2 mingguan ini rutin nonton acara itu). Acaranya diisi sama ibu MenKes. Klo g salah nama acarany “Bincang-Bincang Bersama Bu Menteri”. Dgn nonton acara itu insyaAllah setidaknya masyarakat bisa lebih banyak tau ttg kondisi dunia kesehatan di Indonesia (baik itu problematikanya maupun pencapaian2 program kesehatannya). *piuh….. hari ini jd rajin posting replyan panjang2*Hehehe….
Wah mb Ian… Sy belum resmi “berkenalan” dgn Mb nih…Maafkanlah adekmu yg agak2 tdk sopan ini, hehehe…Peace mb!!!! 😀 Salam Che A Bhe deh…. :)Y mb… insyaAllah “calon dokter”…Mohon doanya yah mb.. Semoga jalannya dimudahkan dan dilancarkan…Amin….
Hmmm…. Rugi krn takut g dibayar kali, kekekeke…. :DPeace kak!!! Jgn dimasukin hati yo….Adekmu yg satu ini hanya becanda saja… :p
Ya Bunda…..*hugs Bunda*Love U Bunda….Seneng deh Bunda reply postingan Ita…Ini yg pertama kali lho Bunda… :DSmangat!!!!Smangat!!!Smangat!!!*teriakkan lantang sambil mengepalkan tangan ke atas*Hehehe……
Jazakillah y ukh…. :)Mohon doanya yah…..Amin Y Rabbal ‘Alamin….
salam, bu dokter :), jadi ke Palestine??? Take care yaa…Hugs..
Wallahu’alam…. Hiks…. T_T
iay deh…dari pada kamunya nangis…
Wah kak… Moso gitu aj nangis…G yo 😛
FK = gudang malpraktek
Hmmm…..Boleh sy tau knp anda menyatakan hal sprt ini? :)Krn stiap perkataan pasti ad alasannya.. *hny skdr ingin meluruskan agar tak ad kesalahpahaman di antara qt… 🙂
Lho iya dunks untuk PBL pas kuliah awal2 kan pasti harus ada kesalahan dulu dalam mendiagnosa kalo gak kyk gt qta gak bisa belajar dunks, jadi wajar kan klo malpraktek pas kuliah yang bahaya itu malpraktek klo dah jadi dokter huhuey…
hahaha….ya.. ya….:P
gabung ah…..mampir ke MP ku yuuukkkkkan sesama teman sejawat harus saling mampir nah looo
hmmm, great…., mindset memfokuskan aksi&power, berawal dr “present momment”, “now and here” menuju goal
semangat….saya termasuk mahasiswi baru FK yg pesimis,,,makasih kak artikelnya,,,,ini bisa menjadi motivasi untuk-q…:)
hehehe pa kabar bu Dewii…..lama gk nongoL neesibuk koskap yaSMNGT TRUSSS wiiiMERDEKAAAAAAALET PROVE we can be DOCTOR without BIG MONEYhehehe masih pake duit see…tp mudah2an gak gedhe2 bangetabis na masa bayar SPP ma daunn….kan ma bunga (bunga bank…wakakaka)Hayuh ikutan acara di Vietnam. Deadline 25 agustus^_^
Assalamualaykum,,, lama ga maen kesini, hehe… Alhamdulillah,, saya seneng bgd ternyata temen Multiply saya ada yang ‘senasib’, lagi berjuang buat jadi dokter, hehe… moga bisa belajar banyak dari mba… insyaAllah setelah ini akan rajin saya kunjungi 🙂
Salam kenal…
Ayo berjuang jadi dokter ! ternyata gak mudah loh. di Tingkat 4 ini, rasa bosan yang datang itu semakin menjadi-jadi. Ayo semangat lagi.