Pulang….
Pulang….
Menghitung hari….Miss my Mom…
Miss my Dad…
Miss my Sister…
Miss my Brother…
Miss my Home…
*renungan menjelang pulkam
Hehehehe….
Dunno why but for me this konversation is so funny
Kreatif banget bikin dialog ini. Penggunaan kata yang memiliki beberapa arti.
Weiβ = know/white/name einer person or einer stadt.
Schwarz = illegal/black/name einer person or einer stadt.
Jadi inget postingan yang ini. Tapi buku berbahasa arab yg ada di postingan tsb jelas lebih keren lagi daripada conversaktions sederhana ini. Ga abis pikir aj, kok bisa ya sastrawan zaman dulu bikin karya fenomenal yg luar biasa seperti itu. Mungkinkah ada sastrawan masa kini yg mampu mengulangi sejarah kembali?? Who Knows….
*Konversation diambil dari Kursbuch 1 – Themen Neu – (ni buku kursus Germanq).
I’m so happy today…
Thanks a lot for my friend… Nina… Wua…. Love u Nin… Love for your kindness
Thanks for sharing “You Know What”..
Several days ago, on 21th july, Harry Potter and The Deathly Hallows was released in all over the world… THE LAST BOOK…. And the books will no more… Hiks….
Actually i really really wanna to buy that last book, but… U know…
That’s too expensive… Hiks…. At that time, I don’t have enough money to buy…
But i will buy it one day… or Anyone will give me that book as gift for me? Please…..
So, i just ask my friend who has that book to tell me a little about that book, the story i mean… She just tell me only some part and that’s make me so “penasaran abissss….”
And U know what? She got a soft copy of that book from her friend…
Wua… I’m so happy… I CAN READ THE LAST BOOK NOW!!! I don’t need to wait until i can buy the english one or waiting until next year to buy indonesian edition…
I know it’s not a good act… The soft copy is illegal…
But i am really really can’ wait anymore…
I promise… I will buy english edition as soon as possible, when i have enough money..
I also promise… I will not send that soft copy to others… I will just read it for myself…
U see… I’m so kind right? huehehehehe…..
POTTER….. Here I come…
Global warming, increase in the average temperature of the atmosphere, oceans, and landmasses of earth. The planet has warmed and cooled many times during the 4,65 billion years of its history. At present, earth appears to be facing a rapid warming, which most scientists believe results, at least in part, from human activities. The chief cause of this warming is thought to be the burning of fossil fuels, such as coal, oil, and natural gas, which releases into the atmosphere carbon dioxide and other substances known as greenhouse gases. As the atmosphere becomes richer in these gases, it becomes a better insulator, retaining more of the heat provided to the planet by the Sun.
Ya, bencana bagi masyarakat dan bencana bagi profesi ini. Perlu kita sadari banyak fakta yang memperlihatkan bahwa posisi dokter kini tidak lagi sesuai dengan nilai moral yang seharusnya diemban. Isu malpraktek telah merendahkan nilai profesi dokter. Ditambah lagi banyaknya pribumi yang mencari pertolongan kesehatan ke luar negri sehingga Indonesia sepertinya tidak mampu memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Tidak hanya itu, seorang dokter penjara di pulau jawa pun pernah mengalami pemukulan di bagian muka saat menjalankan suatu tugas. Kelemahan profesi dokter kini menjadi bahan yang asyik diobrolkan di mana-mana. Lantas, mengapa ingin menjadi dokter ?
Tiga hal saja yang dapat menjadi kemungkinan alasan dipilihnya jurusan dokter. Yang pertama program studi pendidikan dokter masih dalam grade spmb urutan atas setelah jurusan-jurusan favorit di teknik. Yang kedua karena disuruh orang lain, dan yang ketiga memang memiliki keinginan murni dari diri sendiri untuk menjadi dokter.
Alasan yang berbeda-beda yang menjadi motivasi untuk menjadi dokter tersebut dapat berubah sejalan dengan proses di bangku kuliah. Proses apa? Proses aktif duduk di ruang kuliah setelah itu pulang, hang out dengan teman-teman geng? Atau tidak kuliah, sibuk dengan aktivitas lain di luar kuliah atau apapun itu. Bisakah sense of care itu tumbuh hanya dengan itu? Dapatkah rasa kecintaan dengan profesi tumbuh hanya dengan itu?
Rasa cinta tumbuh jika ada kebersamaan, kepedulian, rasa ingin tahu, rasa pengorbanan akan suatu yang dicintai. Begitu juga dengan rasa cinta akan bidang yang akan menjadi masa depan kita ini. Siapa lagi yang mempertahankan marwah profesi ini kalau tidak dokter dan mahasiswa kedokteran. Memilih studi pendidikan dokter berarti kita wajib siap untuk bertanggung jawab terhadap profesi ini.
Saat menjadi mahasiswa tentu tridharma perguruan tinggi lah yang menjadi acuan. Tiga poin tridharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. Terkadang mahasiswa terjebak Jangan terjebak mendefinisikan tiga poin tersebut dalam ruang lingkup sempit. Pendidikan dievaluasi dengan indeks prestasi an sich,
Penelitian mahasiswa hanya dapat berjalan jika didapatkan judul penelitian dari professor nya, dan pengabdian terjebak dengan proyek pengabdian masyarakat yang diadakan sekali setahun. Padahal pendidikan bisa didapat dimana saja, di bangku kuliah, organisasi, sosialisasi yang produktif, kursus-kursus bahasa, kursus komputer, pelatihan, dan lain-lain. Penelitian dapat dilakukan mahasiswa secara mandiri tanpa menunggu bimbingan professor. Pengabdian dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dengan essensi mengorbankan apa yang kita miliki untuk masyarakat, sebagai contoh aktif dalam organisasi masyarakat sekitar rumah, menyalurkan aspirasi masyarakat ke pemerintah lewat sajak, essay ataupun demonstrasi dan lain-lain.
Jadi makna tridharma perguruan tinggi tersebut sangatlah luas. Menjadi mahasiswa kedokteran, seharusnya tidak luput dari berpikir untuk hari ini menjadi mahasiswa dan berpikir untuk masa yang akan datang, menjadi dokter. Banyak hal yang harus dilakukan dan banyak hal yang harus dipersiapkan. Mahasiswa sebagai cahaya bangsa harus dapat memberikan masukan terhadap segala hal di lingkungannya. Jika mahasiswa tidak lagi memberikan kontribusi terhadap sekelilingnya, maka dapat dikatakan bahwa “mahasiswa itu sedang mati”.
Setiap hal positif yang dilakukan semasa menjadi mahasiswa sangat bermanfaat untuk menjadi dokter nantinya. Nah lagi-lagi mindset (cara pandang) yang umum di kalangan mahasiswa kedokteran yaitu setelah menjadi dokter yaitu “buka praktek”. Ini memperlihatkan bahwa pada umumnya mahasiswa kedokteran beranggapan bahwa menjadi dokter adalah akhir sebuah perjalanan. Padahal menjadi dokter adalah awal dari perjalanan karir. Seorang dokter dapat menjadi pengusaha, peneliti,
staf pengajar, aktivis LSM, bekerja di luar negeri, atau pakar ekonomi kedokteran dan lain-lain. Persepsi sempit di kalangan mahasiswa kedokteran ini tumbuh karena saat menjadi mahasiswa, mahasiswa tidak memperluas wawasan baik lokal maupun global. Menjadi seorang dokter adalah menjalani dunia yang berbeda dibandingkan dengan menjadi mahasiswa kedokteran.
Untuk menjadi mahasiswa dan dokter yang dicita-citakan tersebut, dibutuhkan minat dan bakat dari mahasiswa itu sendiri. Seorang yang meraih kesuksesan sejati, yaitu seseorang yang memiliki bakat sekaligus memiliki minat yang tinggi. Ia memiliki kemampuan untuk mengembangkan bakatnya guna meraih karier yang gemilang. Minat dan bakat adalah penting, tetapi yang lebih penting adalah minat. Dengan
modal minat yang kuat, tantangan dan hambatan apapun dapat diminimalisir. Selanjutnya melalui celah sekecil apapun tantangan dan hambatan tersebut dapat diubah menjadi peluang kesuksesan. Minat yang tinggi tersebut akan membentuk mindset seseorang terhadap target yang ingin dicapai dalam hidup. Sesungguhnya inilah yang terpenting.
Dengan mindset yang tinggi, seseorang akan diberikan sang pencipta kemampuan untuk mewujudkan mindset tersebut tanpa memandang apa latar belakang dan bagaimana seseorang tersbut sekarang. Dengan menciptakan mindset yang positif di dalam diri mahasiswa dan senantiasa berdoa, yakinlah bahwa segala hal yang dicita-citakan seorang mahasiswa akan berada di genggaman. Sungguh bahwa mindset yang positif di diri manusia adalah anugerah Tuhan yang tidak dapat dinilai harganya.
by. Zukhrofi Muzar (Semester VIII FK-USU)
Artikel dari milis ISMKI
*sebuah muhasabah utk membangkitkan kembali motivasi “menjadi dokter” yg sempat hilang tercecer entah kemana…
At the IPPNW European – Middle East Student Meeting in June 2003 the Refugee Camp Project (Recap) was founded by medical students of more than ten different countries from around the globe. In August of 2004, the first group of students travelled to Palestine to participate in the project.
Now, the second summer session is about to begin. The project idea should also serve as a base for future refugee vamp projects in other areas of the world.
Our major goal is to support medical health care projects, becoming active within the health awareness and educational sector. Our target group are adolescents aged 10-16 years.
Within the project international medical students should get the possibility to have a one-month-experience in a Palestinian Refugee Camp. In the first 10 days an introduction into the social, political, cultural situation of the people in the refugee camps will be given by Palestinian medical students at the Al-Quds University in Jerusalem.
Afterwards, the social project will be planned and prepared, for example by joining a medical health care project, and learning about educational and health awareness projects.
The rest of the month will be spend at the Aida Refugee Camp in Bethlehem, where the participants will not only recevie medical training, but also organize English classes and Drama activitities with children of the camp.
The project’s aim is to draw a greater awareness to the actual situation in the refugee camps, to provide medical and social help to the refugees and to work towards non-violent conflict prevention.
We, as future doctors, have a crucial role not only in taking medical care of people but also to spread the values of justice, peace and human rights.
The Palestinian refugees are one of the largest displaced populations in the world today, approximately one in three refugees world wide is Palestinian, constituting about 5 million people, most of whom live in the Middle East countries (Jordan, Lebanon, Syria), West Bank and Gaza.
Therefore they constitute a global problem in the Middle East. We, as medical students and future physicians, have the responsibility to do our best towards improving their conditions, especially in terms of health, and towards better understanding of their problems and needs.
There are about 60 Palestinian refugee camps in the Middle East. They constitute the “home” of about 33% of the refugees.
In most cases they are deprived of the right to evolve democratically and culturally, and isolated through repeated closures of Palestinian areas, and they are left with little exposure to outside ideas, customs and cultures. This increases the chances of becoming involved in dangerous activities and increasing their frustration, making them more susceptible to join extremist groups.
Taking in mind the socioeconomic profile of refugees we find that they face higher rates of unemployment and poverty. Housing conditions in many areas do not meet international standards.
Literacy rates and educational attainment are generally high, but there is a weak correlation between higher education and economic advancement. They appear to have higher rates of mental and chronic diseases. These indicators are more prominent in the refugee camps.
Aida Refugee Camp (surface area of the camp and surrounding is about 66 dunums= 66,000 m2) accommodates about 4,000 people (around 650 families) who took refuge to it in 1948 and later in 1967 from 35 different villages in Palestine as the result of the two Arab-Israeli wars. This camp, like the other 21 camps in west bank and the 8 camps in Gaza strip, as well as the other camps (12 in Lebanon, 10 in Syria, 10 in Jordan, and others), was established with tents as an emergency and temporary camp, but have been transformed to a permanent stage of refuge.
Since the problem of these refugees was not resolved, United Nations began, in 1951, the construction of small houses made of one or two rooms, and a small kitchen (rooms of 9-12 m2, and ~2 to 2,5 meters high). However after years and years of waiting, the refugees could not live in these temporary shelters created by the UN. Most of the shelters started to fall down. People, mostly poor and not able to buy a piece of land outside the camp, started reconstruction inside the camp of new houses. They became refugees on their own land, in their own country. Since the space is very limited in the camp, and no possibilities of horizontal expansion, the construction expanded vertically. ThatÕs why the camp lacks children corners and playgrounds where children could eventually play. After 53 years of living in this refugee camp, as well as for other refugees in other camps, people know that this is a station in their life; they are still dreaming and asking for the application of the UN resolutions concerning the right of return to their own lands occupied and taken by Israeli state in 1948 and 1967. Till now, the community international plays the blind role concerning the Palestinian refugees.
Around 40% of its population is children under the age of 18, with equal distribution between males and females. The camp has two schools run by UNRWA, one for boys and another for girls (till the end of preparatory classes- age 15). There is also a youth center and a kindergarten run by the local community. The camp is located at the northern border of Bethlehem. Its main entrance is closed by cubes of cement, placed by the Israeli Army at RachelÕs Tomb (originally a mosque Ð Mosque of Bilal Ibn Rabah- and converted into a synagogue in 1967), which composes a military observation point next to the camp. The Gilo settlement, built mostly on the lands of the Palestinian town of Beit Jala, which is bordering the camp from the north and north west as well as the RachelÕs tomb observation point at the eastern side, both constitute a serious threat to the people of the camp through frequent harassments, shooting and shelling.
During these hard times, and in all cases, children were the most to suffer. Many children got traumatized, several of them were reported to wet their beds, and the academic achievement of many others retreated, their childhood has become a nightmare. This, in fact, is an added serious complication to the poor condition of the social and cultural infrastructure in the camp due to lack of safe and healthy playgrounds, childrenÕs corners, green areas and other physical settings and programs where creative activities could be organized for children.
There is no health center located at Aida camp. The people used to get health services by UNRWA center outside the camp. But during the last Intifada the need for a center inside the camp emerged as the people had no possibility to reach the outside center. This was especially the case in the time of Israeli invasions, which made the people to turn Al-Rowwad Cultural Center into a site for medical help, which was entirely provided by nurses.
Reducing the effect of war and conflict on Palestinian refugee children.
Increasing the awareness of the Palestinian refugee problem.
Building
human resources by motivating the medical students to become involved in NGO’s and other organizations working in the field of Refugee health.
Ensuring the understanding of the medical students for the needs and multiple health challenges faced by the refugee population, by raising awareness of the connection between psychosocial status and health.
Conducting research on the mental health status of Palestinian refugee children.
The direct beneficiaries are the medical students from Palestine and other countries. The end-point beneficiaries are the refugees who will benefit from the service that the training participants will provide after they have been trained and made sensitive to the crisis. The medical students who participate in the refugee health training being the immediate target group of the project will increase their professional skills, and they will be encouraged to work within the field of refugee health through local NGOs and public health services.
Performing the social activities we will concentrate on the age group of 10-16 years, as the Youth constitutes the majority of the Palestinian population, precisely among refugees. In the camps there is a lack of facilities and offers especially regarding Trauma management, educational centers, leisure time activities suiting this age group.
Part 1 – Preparation Phase:
At first, 60 medical students (15 Internationals, 45 Locals) will be invited to attend a workshop at the Al-Quds University in Jerusalem, which will provide background information on refugees, children and war, non-violent conflict resolution, current health situation in Palestine in the form of:
Pre-reading material, which will give appropriate information before the beginning of the training. These will include essays and journal articles which will provide a theoretical framework and knowledge base for each topic covered in the working groups. Also included will be case studies, NGO reports and other fieldwork documentation to demonstrate the practical application of the material. Lecturers and NGOs will be asked to suggest relevant materials.
Lectures, that will give the essential information about the issues listed in the educational goals and under topics of training.
Presentation of the survey, followed by round-table discussion, small working groups including case-studies and interactive discussion shall be the various methods employed in these sessions.
After this workshop, 15 international and 15 local students will attend a skill-training program on the local activity in the camp to be enabled to carry out the last phase of the project. This will involve the following:
Intensive course on carrying out expressive therapy in the form of drama, including lectures, role plays and group discussions.
English teaching training program involving an invented way of expression of the children’s experiences.
A field trip to the camp
Part 2 – Action Phase:
This phase constitutes the social activity carried by the 15 international and 15 local medical students in the camp, namely:
Medical training at the local clinics in the morning
Drama activities and English teaching sessions in the afternoons
The program consists of two parts:
A nine-day workshop at the Al-Quds university in Jerusalem, which will focus on the following topics (see below). The lectures and training will be given by BADIL, UNRWA, UPMRC, the Gaza Ce
nter for Mental Health,and a professional English teacher.
Introduction into current issues in Palestine and Israel
Situation of Palestinian refugees
Children and war
Presentation of the results of the survey
Skill-training in psychological programming theory and practice, special psychological situations, expressive therapy in drama, teaching English.
A social activities programm in the Aida Refugee Camp in Bethlehem, which will last an additional three weeks:
The mornings will be spend on medical rotations in the local health institutions.
The afternoons, meanwhile, will center around drama activities, as well as English classes for children of the camp aged 10-16.
Participant’s profile
Be a Medical student at the time of applying preferably should have completed 2 years of medical studies
Ready and able to attend for the full duration of the project
Interested in refugee health and working with children (experience preferred)
Ability to communicate and work in English.
Interest in activities beyond medical boundaries, e.g. drama and English teaching (experience preferred)
Capacity to raise funds for participation independently (coverage in special cases possible).
Health Insurance covering your stay in Israel/Palestine.
Costs
The travel expenses will have to depend on the participants’ own fundraising (coverage in special cases might be possible). Costs of accommodation, food, local travel expenses will be covered.
Kisah ini berawal kurang lebih dua bulan yang lalu. Berawal dari postingan di milistnya ISMKI dari seorang teman yang sekarang masih diamanahi sebagai External Officer di organisasi milik mahasiswa kedokteran se Indonesia. Postingan dengan subject title yang sangat menarik perhatian. Bagaimana tidak postingan itu tidak menarik perhatian, wong isinya saja adalah tawaran untuk mengikuti kegiatan internasional yang rutin dilaksanakan tiap tahunnya sejak 2004 oleh IFMSA (organisasi internasionalnya mahasiswa kedokteran) dan IPPNW (organisasi internasional yang juga milik mahasiswa kedokteran namun dengan wilayah kerja lebih spesifik yaitu gerakan anti perang nuklir). Kegiatan ini adalah Palestinian Refugee Camp Project 2007 (ReCap 2007) oleh IFMSA Palestine & IPPNW Germany.
Seperti yang saya bilang tadi, karena menarik ya saya bacalah postingan itu. Setelah beberapa menit saya habiskan untuk membaca postingan itu dengan sangat cermat dan seksama dan teliti (takut ada informasi yang kelewatan), hanya ini yang terpikirkan oleh saya “I must apply this project!! Palestine? Who don’t want to go there? This is the way to go there.”
Setelah saya menghabiskan beberapa menit untuk membaca postingan tersebut dengan seksama dan teliti (takut ada informasi yang terlewat, hehehe….), perjuangan saya pun dimulai. Langsung deh saya segera mencari segala informasi yang saya perlukan di situs resmi IPPNW mengenai proyek ini. Dari situsnya saya mendapatkan banyak info yang lengkap termasuk laporan serta foto-foto kegiatan di tahun-tahun sebelumnya. Semuanya semakin membuat saya bersemangat untuk ngedaftar.
Tapi dibalik itu semua banyak hal error yang terjadi pada masa-masa persiapan registrasi. Bagaimana tidak deadline yang diberikan oleh panitia adalah tanggal 15 Mei dan fakta yang sangat mengagumkan (bahkan sampai membuat saya malu dengan kekonyolan saya ini) adalah saya baru ngirimin form aplikasinya dini hari tanggal 16 Mei (waktu Indonesia), tentunya di sana masih tanggal 15 Mei, jadi tidak apa-apa dong (hehehe… ngeles deh…). Ternyata tidak hanya itu kekonyolan saya, jujur saja (sebenernya ini rahasia, tapi tidak apa-apa deh sekali-sekali diceritain) saya baru mantap mengisi form aplikasi tersebut pada malam hari tanggal 15 Mei (yang ini waktu Indonesia). Begini deh kebiasaan menunda, jadinya mepet-mepet. Selain itu juga ntah kenapa masih berasa agak tidak yakin, antara jadi ikut dan tidak. Makanya saya membutuhkan waktu yang luama banget untuk memantapkan “Ok, I fill the form now.” Ternyata lagi kekonyolan saya tidak berhenti di situ saja. Di detik-detik menjelang pengiriman form, ketika saya mengecek form sebelum dikirim, saya baru menyadari ada satu hal penting yang dilupakan dan seketika itu langsung membuat saya panik “I haven’t scanned my signature to be placed in this form!! Wuaa!!!”. Bayangkan itu tengah malam, kan tidak mungkin saya keluar tengah malam hanya untuk mencari rentalan komputer untuk menscan tanda tangan saya. Akhirnya dengan harap-harap cemas, nekatlah saya mengirimkan form tersebut dengan menyertakan email permohonan maaf dari saya untuk panitia karena form saya masih belum lengkap dan saya minta tenggat waktu sampai besok pagi untuk mengirimkan hasil scan tanda tangan saya. Besoknya saya masih diliputi kecemasan. Bagaimana tidak, saya kuliah di rumah sakit jam 7 pagi sampai jam 11. Rentalan di deket kos belum ada yang buka jam segitu. Warnet pun belum ada yang buka jam segitu. Jadi, selama kuliah, saya tidak konsen (hehehe…). Nah daripada saya tidak konsen melulu jadi pas di waktu istirahat peralihan mata kuliah yang ke satu dan ke dua saya langsung ambil langkah seribu menuju rentalan sekaligus warnet di belakang rumah sakit. Sip.. Ok… Tanda tangan sudah di scan, form sudah disempurnakan dan lengkap dengan signature. Niatnya sih mau ngirim langsung di rentalan itu tapi ternyata, hiks…. Koneksi internetnya lagi down. Bingung deh… :p Tapi ya sudahlah, saya masih bisa ngirim setelah pulang kuliah. Alhamdulillah berhubung sudah beres (cuma tinggal kirim), saya sudah tidak begitu cemas lagi, so kuliah saya pun bisa saya ikuti dengan baik. Kemudian pulang kuliah saya langsung menuju warnet langganan untuk mengirimkan form yang sudah lengkap, lengkap dengan email permohonan maaf sekali lagi untuk panitia. Alhamdulillah akhirnya selesai juga…… Karena ikhtiarnya sudah, tinggal doanya yang kudu dikencengin, semoga aja bisa diterima… Amin…
Satu setengah bulan telah berlalu, begitu banyak peristiwa yang telah terjadi selama waktu tersebut. Mulai dari milad saya yang ke 21 (tak terasa saya sudah umur segini……), adik bungsu saya yang harus menempuh Ujian Nasional SLTPnya, sampai musibah di keluarga saya karena tiba-tiba saja Papa terkena serangan jantung mendadak untuk yang pertama kalinya di usianya yang masih cukup terbilang muda (tgl 21 Juli nanti beliau baru 45 tahun)
Saya benar-benar shock ketika tahu kalau papa sedang dirawat di ICCU. Dan saya baru tahu setelah Papa dirawat 1 malam di sana. Saya sengaja tidak diberi tahu oleh Mama dan adik-adik saya agar saya tidak cemas (saat itu saya akan menghadapi UAS yang tinggal 2 minggu lagi). Tapi yang namanya rahasia kan pasti terbongkar juga. Sudah 2 hari Papa tidak telpon, kan itu sesuatu yang tidak biasa, belum lagi kejadian-kejadian tidak biasa lainnya, mulai dari Bu De dan Mbah yang akan ke Pontianak sampai Mama yang menangis ketika saya telpon. Akhirnya, saya memutuskan untuk pulang ke Pontianak, padahal 3 hari lagi saya harus mengikuti UTS2 THT dan UTS2 Radiologi. Tapi saya merasa saya tidak sanggup tetap kuliah dalam ketidaktenangan seperti itu. Saya terpaksa harus mengurus surat izin ke kampus dan alhamdulillah sekali saya diizinkan pulang dan diberi kesempatan untuk ikut ujian susulan. Ketika saya sampai di Pontianak Papa masih di ICCU tapi alhamdulillah kondisinya sudah mulai cukup stabil. Tak sampai sehari saya di Pontianak, dokter mengizinkan Papa untuk dirawat di rawat inap biasa (namun dengan catatan harus banyak istirahat). Hal ini dilakukan oleh dokter dengan tujuan recovery dan stabilisasi kondisi kesehatan Papa agar Papa cukup kuat ketika nanti dibawa ke Jakarta (Papa dirujuk ke RSJ Harapan Kita). Selama Papa di rawat inap, sempat beberapa kali serangan namun karena Papa sudah dilatih bagaimana menangani serangan itu jadinya alhamdulillah masih baik-baik saja. Hanya 4 hari Papa di ruang rawat inap untuk kemudian diizinkan pulang namun dengan tetap kontrol ke dokter yang menangani Papa.
Nah, selama di rumah, saya deh jadi polisinya Papa, hehehe… Yang ngawasin Papa, ngingetin Papa, ngecek Papa, ngurus Papa, dll (bantuin Mama….). Papa itu bandel, baru abis pulang sudah nekat mulai kerja (tepatnya ngawasin anak buah Papa), kebetulan ada satu usaha Papa yang kantornya di belakang rumah, jadi tidak jauh-jauh dari rumah. Tapi tenang aja, yang ngawasin buanyak banget, jadinya Papa tidak bisa berkutik.
Saya hanya punya waktu satu minggu di rumah untuk nemenin Papa karena kemudian saya harus segera pulang ke Malang karena masih harus nyusul clerkship di Lab Bedah saat minggu tenang & harus menghadapi UAS Terpaksa deh saya tidak ikut mengantarkan Papa ke Jakarta (Papa hanya ditemani Mama dan Om). Papa baru bisa berangkat ke Jakarta setelah 5 hari sejak keluar dari RS karena Papa harus masuk waiting listnya dr. Otte Rahman (dokter jantung yang akan menangani Papa, dokter yang dipilihkan oleh Mas sepupu yang saat ini masih menempuh pendidikan doktoralnya di FKUI). Papa hanya menunggu satu hari langsung ditangani dokternya. Dikateterisasi kemudian pasang stent & ballooning. Papa dirawat di Jakarta selama 1 minggu terus pulang deh ke Pontianak. Papa itu punya semangat yang tinggi untuk sembuh. Itu yang bikin saya salut. Bahkan boleh dikatakan Papa termasuk cepat recoverynya. Beda banget deh sama saya yang lebih sering patah semangat…… Love u Pa…
Wah… Wah… Cerita tentang Papa saya panjang juga ya… Apa hubungannya coba dengan kisah sebelumnya. Ada hubungannya lho… Kita lihat saja… Semoga tidak bosan membacanya, hehehe…
Satu setengah bulan berlalu setelah saya mengirimkan form tersebut. Saya mulai pesimis tidak akan diterima. Karena saya memang pas ngirim juga sudah merasa tidak PD, pikir saya saat itu, ya saya nyoba saja dulu, kalau rezeki ya diterima alhamdulillah, kalau tidak ya juga tidak apa-apa. Sempet saya menanyakan ke temen saya yang sudah terbiasa menjadi delegasi untuk ikut kegiatan ke luar tentang hal ini (dia ini si External Officer ISMKI). Dia minta saya untuk tetep optimis dan bersabar, biasanya pengumuman dilakukan 1 bulan setelah deadline pendaftaran dan akan diberitahukan masing-masing peserta melalui email.
Ya sudah, karena sudah lewat 1 bulan ya saya pikir “I wasn’t accepted. Ya sudahlah. Lupakan saja.” Terus saya jalani deh hari-hari saya tanpa memikirkan kembali tentang kegiatan itu. Karena saya juga mau UAS jadinya ya mikirnya mo UAS aja.
Eh ternyata tidak disangka 1 minggu kemudian, tepatnya pada saat saya akan shalat Dzuhur menjelang UAS IPD. Iseng nih, sebelum wudhu saya cek email dulu via GPRS mobile phone. Eh kok di Inbox ada email dari IPPNW Germany & IFMSA Palestine dengan subject title Palestinian Refugee Camp Project. Apaan nih? Saya masih biasa aja tuh, karena di dalam pikiran saya ini mungkin pemberitahuan permintaan maaf bahwa saya tidak diterima sekaligus pemberitahuan siapa saja yang jadi peserta. Pas emailnya dibuka…… eit…. eit…. ini apa saya tidak salah baca… hmm…. Ulangi lagi deh dari awal… Kok tulisannya masih tidak berubah, masih tetap sama…
==============================================================================
Date: Wed, 20 Jun 2007 23:00:34 -0300
From: “IFMSA Palestine & IPPNW ReCap project” <ps.recap@gmail.com>
To: “Dewi Martha Indria” <ita_feehily20@yahoo.com>, dewi_martha_indria_dr@hotmail.com
Subject: Participant ReCap 2007
Dear Dewi,
I would like to congratulate you as you have been chosen to be one of the participants of recap 2007!
As we have a long waiting list we would like to ask you to reply on this email within one week to tell us whether you still want to take part and will come.
We will install soon a yahoogroup with all the participants and the OC so we can talk, plan, communicate, get to know each other and and and…
We will also inform you soon about the visa modalities etc.
Big greetings,
Hannah
International coordinator
==========================================================================================
Setelah saya yakin dengan apa yang saya baca di email tersebut, saya langsung takikardi, wajah saya sumringah, sekujur badan saya bergetar hebat. “Ya Allah….. Alhamdulillah…. Saya diterima….”
Sesuatu yang saya tidak pernah sangka-sangka sebelumnya. Sesuatu yang benar-benar luar biasa. Sesuatu yang bagi saya merupakan sebuah kesempatan langka. Kesempatan ini mungkin hanya akan datang sekali dalam seumur hidup saya. Kesempatan untuk ke Palestine. Tempat dimana di situ ada salah satu rumah Allah yang sangat diagungkan yang kondisinya saat ini cukup memprihatinkan, Masjidil Aqsa……… Bagi saya, hanya inilah satu-satunya kesempatan saya sekali dalam seumur hidup saya…
Tapi pada saat yang bersamaan saya juga diliputi oleh perasaan bingung yang tak terkira. Bagaimana dengan orang tua saya? Bukankah saya belum meminta izin mereka? Apakah mereka akan mengizinkan saya untuk mengunjungi negara yang bahkan sampai detik ini pun masih bergejolak dengan konflik berkepanjangan? Lalu bagaimana dengan biaya perjalanan ke sana (panitia menanggung semua biaya selama kita di Palestine, hanya biaya pesawat, visa, fiscal, passport, asuransi, dll yang harus kita tanggung sendiri)? Bukankah ke sana itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit? Bagaimana dengan kuliah saya yang harus saya tinggalkan selama 1 bulan? Dan bagaimana bagaimana yang lain?
* Saat inipun sesungguhnya saya masih diliputi kebingungan yang sangat membingungkan… Saya belum mendapat persetujuan dari orang tua… Saya masih belum pasti kemana saya harus mencari sponsorship yang akan membiayai perjalanan saya ini… Saya masih belum punya passport… Saya masih bingung bagaimana repotnya mengurus visa ke negara konflik… Saya masih bingung nyari tiket murah… Say
a masih bingung dengan seperti apa asuransi yang saya butuhkan… Saya masih bingung kalau saya belum dapet sponsor bagaimana saya bisa membayar tiket yang harus sudah dibeli sejak sekarang… Tentang kuliah insyaAllah tidak mengapa saya tinggalkan selama 1 bulan karena saya berangkat sebagai delegasi dari kampus… Terutama sekali saya masih bingung bagaimana meyakinkan orang tua saya agar mengizinkan saya berangkat ke sana…
Hari demi hari berganti silih berganti…
Waktu terus berjalan tanpa pernah berhenti sedetik pun….
Rasanya baru kemarin aku “ada” di dunia utk pertama kalinya…
Rasanya baru kemarin aku menangis sekeras-kerasnya untuk pertama kalinya,
sebuah tangis kebahagiaan ketika berada di dunia yang baru…
Rasanya baru kemarin aku berada dalam dekapan mama untuk pertama kalinya…
Rasanya baru kemarin aku mendengar suara adzan dikumandangkan papa untuk pertamakalinya di telingaku…
Rasanya baru kemarin aku berada dalam buaian mbah kung dan mbah putri untuk yang pertama kalinya…
Rasanya baru kemarin aku mengeluarkan kata-kata pertamaku,
yang menuai kebahagiaan di hati kedua orgtuaku…
Rasanya baru kemarin aku menjejakkan kakiku dan berjalan untuk pertama kalinya,
yang disambut dengan antusias oleh kedua orgtuaku
Rasanya baru kemarin aku membuat mama meneteskan air matanya,
karena kenakalanku yang tiada tara…
Rasanya baru kemarin aku dikenalkan dengan buku untuk pertama kalinya oleh mama,
yang sudah membuatku mencintai buku sejak kecil…
Rasanya baru kemarin aku belajar membaca dan menulis untuk pertama kalinya…
Rasanya baru kemarin aku belajar membaca Al-Quran untuk pertama kalinya…
Rasanya baru kemarin aku menghapal surat Al Fatihah, surat yg pertama kali kuhapal…
Rasanya baru kemarin aku begitu gembira belajar mengaji, menulis, menghapal, drama, kasidah bersama teman-teman di TPA…
Rasanya baru kemarin aku begitu gembira bermain, lari ke sana kemari bersama teman-teman kecilku…
Rasanya baru kemarin aku masuk sekolah utk pertamakalinya…
Rasanya baru kemarin aku mengenakan seragam merah putih, 6 tahun kemudian menjadi biru putih, 3 tahun kemudian menjadi abu-abu putih…
Rasanya baru kemarin aku dimarahi habis-habisan oleh orang tuaku,
karena kebandelanku yg tak ada habis-habisnya…
Rasanya baru kemarin aku naksir dgn “seseorg” untuk pertamakalinya…
Rasanya baru kemarin aku merasakan sakitnya putus cinta…
Rasanya baru kemarin aku menggunakan jilbab untuk yg pertama kalinya,
demi melaksanakan perintah Allah…
Rasanya baru kemarin aku mulai mengenal Islam, mulai menuntut ilmu Dien…
Rasanya baru kemarin aku merasakan kebahagiaan sekaligus kesedihan karena harus meninggalkan sekolah dan teman-teman demi menuntut ilmu di perantauan…
Rasanya baru kemarin aku mulai hidup sendiri jauh dari keluarga,
demi mewujudkan cita-cita…
Rasanya baru kemarin aku belajar adaptasi dengan lingkungan baru…
Rasanya baru kemarin aku belajar tentang segala sesuatu yang terkait dengan tubuh manusia untuk pertama kalinya…
Rasanya baru kemarin aku bertemu dengan pasien pertamaku,
pasien yg menjadi sumber ilmu dan membuatku banyak belajar ttg kehidupan…
Rasanya baru kemarin…
Rasanya baru kemarin…
Rasanya baru kemarin……
Semua terasa seperti baru terjadi…
Semua masih lekat dalam ingatanku…
Tapi ternyata itu semua telah berlalu begitu jauh…
Tak terasa… 21 tahun telah berlalu…
Allah memberikanku nikmat sehingga aku bisa sampai pada usia 21 tahun,
yg bisa dikatakan bukan usia yg muda lagi…
Rasanya selama masa-masa 21 tahun itu belum banyak hal-hal bermanfaat yang kulakukan, alih-alih hal-hal sia-sia yang begitu bertumpuk…
Seharusnya masa panjang itu menghasilkan begitu banyak hal-hal yg luar biasa…
Tapi ternyata…
Betapa masa-masa panjang itu telah berlalu…
Kujalani dengan penuh kesia-siaan…
Rasanya tak ada amal ibadah yang dapat kubanggakan…
Rasanya tak ada prestasi luar biasa yang terukir selama masa-masa itu…
Begitu kalutnya hati ini…
Begitu galaunya perasaan ini…
Di usiaku yang sudah 21 ini, masihkah aku diberikan kesempatan?
Kesempatan untuk terus dan terus berubah menjadi lebih baik…
Kesempatan untuk banyak-banyak mengukir hal-hal bermanfaat yg luar biasa…
Kesempatan untuk memperbaiki amal ibadahku agar kelak dapat kubanggakan di hari dimana semua amalan kita dihisab…
Kesempatan untuk mengukir prestasi hidup…
Kesempatan untuk berbuat banyak bagi sekitar…
Kesempatan untuk mewujudkan begitu banyak cita-cita…
Kesempatan untuk bersama dengan orang-orang yang kucintai dan mencintaiku karena Allah…
Aku hanya bisa berdoa dan terus berdoa kepada Allah ArRahman ArRahiim,
yang masih menyampaikan aku di usia ini…
Ya Allah syukurku telah kau sampaikan aku ke usiaku yang baru…
Harapku, moga Kau berkahi tiap detik yang berlalu,
dan kau gantikan dengan detik-detik lain yang lebih baik….
Ya Allah sungguh aku tahu, bahwa Kau lebih menyukai hamba-Mu yang kuat…
Harapku, semoga Kau berkenan menjadikan aku seorang mu’min yang kuat…
Sehingga aku mampu mengemban semua amanah yang kerap menyambangiku..
Ya Allah,sungguh aku tahu hati adalah bagian terpenting dalam hidupku…
Harapku, semoga Kau berkenan membersihkan dan mensucikan hatiku…
Sehingga hanya nama-Mu yang kucinta dan karena-Mu kumencinta…
Ya Allah, sungguh berat menjaga lisanku…
Harapku, semoga Kau berkenan menggerakkan lisanku hanya untuk menyebut asma-Mu…
Sehingga tak ada kesia-sian yang keluar dari lisanku, dan tak kan ada yang kan tersakiti karena ucapanku…
Ya Allah, Kau berjanji akan menambah nikmat, bagi hamba-Mu yang bersyukur…
Harapku, semoga Kau berkenan menjadikanku hamba-Mu yang bersyukur…
Dengan segenap jiwa, raga, hati dan juga lisanku…
Ya Allah, telah Kau anugrahkan kepadaku orang tua yang amat menyayangiku. ..
Harapku, jadikanlah aku kebanggan mereka, serta mudahkanlah bagiku…
Dalam menta’ati mereka dan mencintai mereka…
Ya Allah, telah Kau berikan pula padaku guru-guru yang faqih dan menjagaku…
Harapku, jadikanlah aku murid kebanggaan mereka…
Mudahkanlah bagiku menyerap segala ilmu yang mereka ajarkan
Sehingga, bila waktunya tiba, akulah yang akan menggantikan tugas mereka…
Ya Allah, bila kelak tiba waktunya bagiku….
Anugerahkanlah kepadaku, “seorang” yang tepat…
Seseorang yang bisa membuatku merasa sebagai wanita shalehah,
ketika aku berada di sisinya…
Yang akan menjadi penyejuk hati dan menjadi penyeri kehidupanku ini…
Yang mampu memberikan semangat
serta mendukungku setiap saat…
Ya Allah, jadikanlah sisa usiaku ini penuh berkah…
Ampunilah segala dosa yang telah kulakukan di sepanjang masa yang telah kujalani…
Jadikanlah aku sebagai hambaMu yang pandai bersyukur…
Ya Allah, aku tak kan pernah tahu, kapan akhir hidupku…
Harapku, pada-Mu Ya Allah, apabila kelak tiba saatnya…
Akhirilah hidupku dengan sebaik-baik penghabisan, Husnul Khotimah Ya Allah…
Kabulkanlah do’aku Ya Alloh, sungguhnya Kau yang Maha Mendengar dan Menerima do’a hamba-hamba- Mu….
Amin Ya Rabbal ‘Alamin…
Di pagi hari yg begitu indah… di awal usia 21 tahun…
Jazakumullah buat saudara-saudaraku atas sharing perenungannya…
Ana uhibbuka fillah… Love u all coz ALLAH…
At the united nations summit in 2000, 189 head of the government promised to end poverty by 2015, they signed the millennium declaration promising to ‘free men, women ,and children from the dehumanising condition of extreme poverty’’ committing developed and developing countries alike to Eight Millennium Goals MDGs.
One might think that achieving all of the goals by 2015 is the main responsibilities of the politicians and the government, and that there are little you can do to assist. Nothing could be further from the truth. To achieve the goals, the world needs everyone, young people, aids activists, religious leaders, environmentalist, unionist, civil society organizations and women’s rights activists, everyone concerned about our future to work together and make sure the goal become a reality.
MDGs aren’t the Gvt, commitment to the UN but they are commitment to their people including the youth. The MDGs are global in their scope but targets & indicators can be tailor-made to shorter time scales, higher the targets, local circumstances.
Young people all around the world are making their major contribution to meet these goals but there is more need to get involved. Youth have to be part of the global movement against poverty because its would and our future.
Those of us who live in the developed countries should make sure our govt live up to their commitment on goals 8 (higher quality aid, fairer trade rules and providing more debt relief to developing countries)
Those of us from the developing countries should focus on making their govt to achieve the first seven goals. Govt, must be accountable for meting the MDGs but other actors play critical roles to accelerate the progress and remind the commitments. Youth make (15-28) up to 1.2 M global human capital highest proportion in Asia. Youth are the ones who inherit results of what today are actions are? Today’s development challenges are actually the youth challenges. If the challenges aren’t met today, youth would bear the consequences too. As we live now in globalised world, challenges in one country becomes other’s responsibilities to support
The main problem is to achieve the MDGs is the political will in the politicians and streamline of the political stability in a country. Most of the countries are lacking political stability in the way of meeting these goals.
Education gives a strong voice to youth in the society and creates the opportunities and choices that allow them to lift themselves out of poverty. Many young people are actively working in bringing primary education to disadvantaged children stay in school and complete their primary education. In many cases children in developing countries are forced to drop out to support their families. Governments also need to eliminate school fees and uniforms build school buildings close to the houses and hire more female teachers to achieve the G2.
Young people need to be leaders in the fight to end the discrimination against women. But ending this discrimination is not the duty of women only we nee men to join this fight as well. A cricket match can’t be played with half of the team members only. A match must have its full team members needed to be played in the ground. Today it is sure that we can’t cent meet these goals with the efforts of men only in any country. It is must that women who make half of the population ration must abreast of men and keep shoulder to shoulder to men in all social activities to meet and achieve these goals. Young people can work for gender sensitizations programs and act as counselors and mentors for their younger peers on the issues of gender equality, sexual and reproductive health and family planning. It is quite natural that if young people start discussing what is going on around them, then the next step is the finding out and thinking about the answer and solution because we need to advocate our young people today. Our future depends on their health and well being.
Youth must have their positive contribution to the environmental sustainability for the simple reason that it affects their lives and future as well. Young people can increase environmental awareness and activism in their own communities through formal and informal education. They can use and get he help for the media to increase awareness campaign for common men in our society. Media can play an important role for the youth environment program and awareness in ant society. It is very important that youth must be given importance in decision making process and their fresh ideas should be taken into confidence and consideration in social program and activities because environmental sustainability is especially relevant to youth today. In the mere decade or two it is our generation that will suffer from the disastrous consequences of air and water pollution.
Unfortunately most of the people in our country don’t have ample knowledge about the MDGs. So it is the job of youth in Pakistan to educate them and let everybody know why these goals are important to us. People have to realize that our government had made promise to make better world to everyone. It is now the responsibility of the youth and volunteers in Pakistan to sensitize these issues and force the government to work and make the utmost for achieving these goals for our future.
Here are some recommendations for awareness campaign for meeting MDGs.
Participate in discussion.
Youth can discuss the MDGs and make the people realize about it by discussing these goals with friends, families, organizations and community people.
Through MDGs brochure and post cards. It is very easy to make the post cards and brochure and send to friends and other people around us. It can be distributed in schools and colleges for the sensitizing the MDGs. This would have its very positive impact on all the members of the society.
Create school group and assembly.
This can be done be finding like minded people at schools and colleges or the assembly of the school and college can be used for this proposes. Young people can take the administrators into confidence and use the meeting hall in schools and colleges for the awareness session about the MDGs.
Publish article and organize public meeting/workshop on the goals in your community. Media can be used for publishing article and create artistic piece for any newspapers, magazines. We can find many places where youth can exchange ideas on how the goals can affect our lives and what we can do to meet these challenges and goals.
Voices of youth are more heard today actions by youth are critical to shape the future of a nation. Youth must not limit their actions to promoting 8 goals but they must take concrete steps for involvement and offering support for its implementation and stress the Government to establish a department to monitor the level of MDGs achievement/implementation in our country. There must be dialogue with the Government for partnership aimed at achieving the MDGs. A series nationally focused youth activities should be catalyzed within the country. The goal of this campaign should be to raise awareness about MDGs and youth involvement. This campaign includes national conferences
with school age group, essay/debate contest and coordination with media. This campaign should be coordinated globally for strong communication of their results internationally. Programs for engaging students in identifying/ implementing ways to make their school/homes more sustainable by all forms of education. Youth play an important role in the development of a society so it is entirely essential that government should up to date national youth policy with the involvement of youth.
* Thx a lot for Avis yg dah mo ngirim tulisan ini ke aq… C’mon say! Let’s do something to change our world to be the better place… GANBATTE!!